Sistem Hukum, Kelemahannya Tidak Dapat Melindungi Investor di Pasar Modal

Dr Chandra Yusuf SH, LLM, MBA, MMgt

Investor atau pemegang saham di pasar modal memiliki hak atas dividen atau pembagian laba rugi bersih perusahaan dan keuntungan transaksi saham. Hak ini akan mengikuti saham yang dimilikinya. Pengaturan tentang saham perusahaan menjadi perlindungan hak investor. Pemegang saham dapat melihat seberapa besar perlindungan yang diberikan suatu negara melalui seberapa banyak hak pemegang saham yang dituangkan dalam aturannya. Oleh karenanya sistem hukum dari suatu negara memiliki pengaruh terhadap kualitas perlindungan pemegang saham atau investor. (Rober W. Vishny, 1998).

Dibandingkan sistem hukum civil law dan common law, civil law memiliki banyak kelemahan dibandingkan common law. Hal ini menunjukkan perlindungan yang lebih besar terhadap investor dari negara yang menganut common law dibandingkan civil law. Adapun pemaksaan regulasi yang efektif telah berlangsung lama di negara yang memiliki sistem common law. Pengadilannya telah terbiasa menerima kasus kejahatan di pasar modal.

Efektifnya suatu regulasi dapat dilihat dari penerapan pemaksaan yang berhasil di pengadilan. Sebagai contoh, “insider trading” di Indonesia belum memiliki kasus yang berkekuatan hukum tetap. Adapun “insider trading” adalah orang dalam (direksi, komisaris, staff dan lainnya dalam perusahaan) menggunakan atau memberikan informasi yang material yang belum dipublikasi dan menggunakannya untuk melakukan transaksi di pasar modal. Meskipun kejahatannya telah diatur dalam Undang- Undang (UU) Pasar Modal, bila pengadilan belum mampu menerapkannya, maka hak yang diatur dalam UU tidak pernah ada.

Informasi juga perlu dilindungi agar investor bertransaksi secara “fair” dan pasar modal menjadi efisien. Bila itu tidak dapat diterapkan, hal tersebut menunjukkan penggunaan “informasi” dalam “insider trading” menjadi tidak penting. Investor yang melakukan transaksi harus menerima perbedaan informasi sebagai hal yang biasa saja. Padahal investor harus membeli saham dengan harga yang lebih tinggi. Ini terkait dengan biaya yang dikeluarkan yang menyebabkan keuntungannya berkurang.

Tentunya informasi yang terbit sebelum dipublikasi menjadi tanggung jawab direksi. Lebih lagi informasi tersebut digunakan untuk mengambil keuntungan dari transaksinya. Seharusnya direksi dapat diberikan sanksi dari pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sesuai dengan hak yang mengikuti sahamnya. Untuk kejahatan yang dilakukan direksi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mampu menuntutnya di pengadilan.

OJK memiliki fungsi sebagai regulasi dan pengawas pasar modal. Seharusnya yang berada di posisi mereka adalah orang yang mengetahui sistem hukum Indonesia. Sama halnya, Securities Exchange Commission (SEC) di Amerika. SEC melakukan penuntutan secara efektif di pengadilan.

Dilihat dari perkembang hukum materi, pengadilan Indonesia sudah dapat mengadili pelaku “insider trading”, akan tetapi sampai detik ini, kejahatan demikian belum diproses. Hal ini mungkin OJK terlalu banyak dipegang oleh orang ekonomi dibandingkan hukum, khususnya orang hukum yang terbiasa dengan litigasi, bukan juga corporate lawyer, yang tidak terbiasa melakukan praktik penuntutan di pengadilan.

Lalu kita ingin membicarakan perlindungan investor dan efisiensi pasar modal? Ini namanya jauh panggang dari api.

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *